Jalan Jalan ke Jakarta. Part 1.
……penerbangan dari Chicago ke Tokyo…..
Banyak teman saya bercerita tentang tempat indah dan menarik yang mereka kunjungi di Jakarta, seperti ; Monas, Ancol, Pasar Senayan dan puluhan tempat lain termasuk mega Mall yang super modern.
Tetapi mereka juga tidak pernah lupa menceritakan betapa ‘seramnya’ Jakarta; super mahal, jalan macet ber jam-jam, udara panas, polusi dan tentu saja penipuan atau pencopetan.
Dengan pro dan con ini, Jakarta menjadi salah satu kota yang saya sangat ingin kunjungi tetapi kunjungan yang saya selalu tunda.
Tapi kali ini, karena ticket ke Jakarta, lebih murah daripada ticket langsung ketujuan saya, saya akhirnya memutuskan mengunjungi Jakarta. Tiga hari di Jakarta sebelum melanjutkan penerbangan saya.
Penerbangan domestic membawa saya ke Chicago O’Hara airport. Dari Chicago saya akan terbang ke Tokyo, lantas Jakarta. Jakarta yang selalu dekat di hati tapi belum pernah dilihat mata, beberapa jam lagi akan berada dalam pelukan saya.
‘Jakarta bersiap-siaplah anda menerimaku.’
Karena O’Hara hub yang penting di Midwest Region, untuk penerbangan international atau domestic, saya lumayan sering singgah di sana. Terakhir kali saya singgah di sana, terminal International sedang dalam process dimodernisasikan. Sekarang semua kontruction sudah selesai.
Yang pertama kali saya notice adalah atap yang melunjang tinggi dan luasnya terminal.
Kedua, sebagai wanita setengah umur seperti saya yang sering kali perlu ke kamar kecil, keadaan kamar kecil umum menerima perhatian saya. Setiap kamar kecil berukuran lumayan besar sehingga para penumpang dengan mudah bisa membawa bagasi mereka ke dalam kamar kecil. Plus, toilet seatnya dibungkus oleh plastic. Layangkan tangan di atas lampu sensor, kantong plastic lama bergerak, diganti oleh yang baru. Praktis sekali.
Ketiga, pilihan dining restaurant dan fast-food franchises juga bertambah. Disamping itu banyak kiosk kiosk kecil yang menjual botol minuman dan makanan kecil.
Chicago terkenal dengan stuffed pizza ala Chicago dan hot-dog dengan topping ala Chicago. Sayangnya perut saya agak sensitif dengan pizza atau hot-dog. Dengan waktu penerbangan dan transit hampir 32 jam sebelum sampai di Jakarta, saya putuskan untuk membeli makanan yang ‘aman’ untuk perut saya; satu breakfast sandwich dari McDonald. Di luar airport sandwich yang biasanya berharga $1, di airport dijual $3. Air botol pun harganya tiga kali lipat dibandingkan di luar airport.
Karena waktu transfer lumayan lama, saya gunakan untuk jalan-jalan di terminal sambil window shopping, browsing, atau ‘just looking-looking’, terjemahan langsung dari bahasa Indonesia ‘lihat-lihat saja’.
Souvenir yang dijual di airport kebanyakan bertema Chicago sport teams. Yang paling terkenal; Chicago Bulls untuk bola basket, Chicago Cubs untuk baseball.
Museum Natural History di Chicago, terkenal sebagai satu museum yang mengandung fossil lengkap T-Rex yang bernama Sue. Saking terkenalnya fossil dinosaurus ini, O’Hara airport juga pajang satu fossil tiruan seekor dinosaurus di tengah-tengah terminal. Tinggi fossil menyentuh atap terminal.
Capai dari browsing sekeliling terminal, saya mengambil tempat duduk di sebuah rangkaian kursi yang berjejer di dekat pintu penerbangan saya dan mulai browsing Internet. O’Hara menyediakan internet gratis hanya untuk 30 menit pertama. Setelah itu penumpang harus bayar. Tapi kalau semua cookies dan browser history di hapus setelah waktu 30 menit berakhir, Internet gratis bisa didapatkan lagi. Sayangnya, saya tidak tahu trick ini. Jadi setelah 30 menit lewat, Internet gratis habis, browsing Internet selesai, saya mulai mem-browsing penumpang di sekeliling saya.
Di depan rangkaian kursi saya, kira-kira lima puluhan pelajar seumuran SMA berbahasa Jepang, berseragam sweatshirt putih dengan gambar matahari terbit berwarna biru di depan baju, asyik bermain atau bercakap dalam kelompok kelompok kecil.
“Remaja dimanapun, sama saja. Gaduh. Betul nggak?” Seorang wanita yang duduk dekat saya bertanya ke arah saya.
“Kalau nggak, ya, bukan remaja namanya,”saya katakan dengan tersenyum.
“Benar juga. Syukurlah jaman remaja kita sudah lewat. Remaja, jaman yang tidak nyaman. Betulkan?”
Saya hanya angkat bahu, karena setiap orang mempunyai pengalaman yang berbeda. Masa remaja saya ada pahit, ada manisnya. Kemudian wanita tersebut mulai bercerita tentang masa remajanya. Ceritanya lumayan menarik, walaupun agak sukar bagi saya menangkap semua cerita segala jelas, karena keramaian bendara dan logat ‘Southern’ wanita tersebut yang lumayan berat, Sayangnya sebelum ceritanya selesai, penerbangan saya ke Tokyo mulai boarding.
Teman duduk saya untuk penerbangan ke Tokyo, seorang pria muda Jepang, yang dengan ramah memperkenalkan diri. Dia baru selesai mengikuti seminggu science conference di Florida. Merasa sangat capai karena dia mulai perjalanannya dari hotel di Florida, hampir semalam sebelumnya. Jadi dia merencanakan untuk tidur sepanjang penerbangan, lagi pula Tokyo bukan tujuan terakhir. Dari Tokyo dia harus naik bullet train, bus, taxi sebelum sampai di rumahnya.
“Pesawat, kereta api, bus dan taxi….hanya boat yang ketinggalan,”saya komentar.
Dia tertawa.” Benar juga. Syukur tidak perlu naik boat. Kalau tidak, saya bisa mati kecapaian.”
Saya rasa, saat itupun teman duduk saya itu sepertinya hampir mati kecapaian. Mata sipitnya hampir tidak bisa dia buka. Dan dia benar-benar ketiduran sepanjang penerbangan, tidak makan,minum, atau ke kamar kecil. Tidak bergerak sedikitpun dari kursinya. Ajaib.
Bendara Narita, tidak seperti yang saya ingat di kenangan saya. Atap rasanya lebih pendek, terminal rasanya lebih sempit hanya kebersihannya masih sama.
Kamar kecil di Narita tidak punya toilet-seat yang dibungkus plastic, tapi punya stereo kecil yang menempel ke disamping toilet. Pencet tombol, music air terjun akan bergema di kamar kecil anda. Tujuannya, agar para pemakai kamar kecil tidak merasa sungkan melakukan businessnya. Lucu? Aneh? Masuk akal? Setiap penumpang punya pendapat berbeda.
Karena waktu transfer di Narita tidak begitu lama, saya mencoba memakai waktu saya di sana dengan bijaksana. Yang pertama kali saya ingin coba di Narita, adalah fresh sushi yang di buat oleh orang Jepang ‘asli’, bukan Jepang ‘tiruan’.
Saya daftar nama saya di salah satu sushi café yang lumayan ramai. Setelah menunggu 15 menit, saya dipersilahkan untuk duduk di kursi dengan meja yang menghadap jendela, dimana saya bisa lihat pesawat pesawat yang lagi di service di luar terminal. Saya order sushi rolls, sushi bowl, Mizo soup dan teh hijau kas Jepang. Karena saya tidak tahu bahwa mereka menaruh Wasabi di dalam gulungan sushi rolls, saya hampir kehilangan nafas ketika saya makan sushi pertama. Pengalaman baru.
Mengingatkan saya akan….
…...ratusan pengalaman baru yang menunggu saya di Jakarta.
Saya merasa tidak sabar untuk bertamu di Jakarta.