Melina.
“You, okay?”tanya Eli. Sekali lagi mereka berhadapan. Tangan Melina berada di dalam genggaman Eli.
Melina mengangguk, “Kenal mereka?”
Eli menggelengkan kepala. “Hanya melihat mereka ketiga kalinya di sini.”
“Gang atau….?”
Eli tersenyum, menggelengkan kepala. “Anak muda tanpa kerjaan. Oh..ya… “ Eli meraih cincin Melina dari kantongnya. “Sorry about this.” Dan dengan begitu saja, Eli memasukkan kedua cincin ke jari Melina. Mengingatkan Melina ketika suaminya memasukkan kedua cincin tersebut dua puluh tahun yang lalu.
Sejenak, Melina ingat posisinya sebagai istri lelaki lain dan harus menjauhi Eli. Tapi pemandangan tangan Eli memasukkan cincin ke jari Melina kelihatan sangat natural, Melina tidak sanggup menarik tangannya. Lagipula sentuhan Eli membawa kedamaian yang Melina tidak pernah alami sebelumnya. Melina menatap wajah Eli, tidak cakep, tidak ganteng, tapi…..
…….pandangan mata mereka bertemu. Coklat pekat mata Eli menatap Melina seolah ia menginginkan sesuatu….a kiss?
Tapi……
Eli begitu saja melepaskan tangan Melina, melangkah ke arah bathroom karpet yang berhamburan di atas mesin cuci dan lantai. Tanpa mengucapkan apapun ia melanjutkan merobek merek dari karpet dan masukkan mereka ke tiga mesin cuci besar.
Sekali ini Melina tidak protest.
No comments:
Post a Comment